fbpx
Darmawan Aji Productivity Coach & NLP Enthusiast. Penulis 4 buku laris: Hypnowriting, Hypnoselling, Life by Design, Productivity Hack. Gandrung membaca, menulis dan berlatih silat tradisional. Tinggal di kaki Gunung Manglayang kota Bandung.

Logical Levels of Change

2 min read

Adalah Gregory Bateson yang pertama kali menyampaikan bahwa proses perubahan dan pembelajaran itu ada level logikanya.

  • Perubahan di level yang lebih tinggi akan mencakup, melingkupi dan mengendalikan perubahan di level di bawahnya.
  • Setiap perubahan/pembelajaran melibatkan siklus umpan balik. Perubahan di satu level akan menciptakan umpan balik yang memungkinkan kita melakukan perubahan di level lainnya.
  • Semakin tinggi levelnya, proses perubahannya pun semakin kompleks dan butuh waktu.

Agak sulit dipahami ya? Saya akan berusaha menjelaskannya dengan bahasa yang sangat sederhana.

Bateson mengatakan, pembelajaran itu terjadi di level 0, 1, 2, 3 dan 4. Namun, beliau hanya berbicara sedikit tentang perubahan level 4. Maka, saya akan batasi pembahasan pada pembelajaran level 0 sampai dengan level 3.

Learning level 0 (zero learning; no learning)

Level ketika pembelajaran tidak terjadi. Kita merespon stimulus yang sama dengan respon yang sama berulang-ulang. Tidak ada perubahan dan alternatif perilaku di titik ini. Kita dikendalikan oleh lingkungan kita.

Ingat penelitian Pavlov tentang lonceng dan air liur anjing? Pembelajaran yang dilakukan oleh anjing tersebut adalah pembelajaran level 1. Menariknya, kita sebagai manusia kadang terjebak di level ini juga. Bekerja giat ketika ada imbalan, berhenti kerja ketika tidak ada imbalan.

Contoh Learning Level 0: saat yang kita ketahui terkait olahraga untuk menurunkan berat badan adalah melakukan joging di pagi hari, maka kita ada di level zero learning. Kita hanya punya satu macam perilaku untuk olahraga: joging di pagi hari. Jika di satu pagi hujan terjadi, kita batal melakukan joging lalu kita menganggap diri kita gagal sepenuhnya.

Saat kita masuk ke lobang yang sama, terjerumus di masalah yang sama untuk ke sekian kalinya, bisa jadi kita sedang berada di zona zero learning.

Zero Learning bersifat 1-0, hitam-putih, benar-salah. Hanya ada satu respon yang benar, respon lainnya salah. Inersia dan status quo ada di level ini.

Learning Level 1 (learning)

Proses belajar yang kita kenal, terjadi di level ini. Ketika kita mengevaluasi respon kita. Ketika kita sadar bahwa kita memiliki kebebasan memilih respon, bahwa kita bukan binatang yang dikendalikan oleh lingkungannya.

Di level ini, kita mulai melakukan perubahan secara perlahan. Kita mulai belajar dari lingkungan kita. Menyesuaikan cara kita merespon lingkungan. Kita mulai menciptakan alternatif lain. Namun, dalam pembelajaran di level 2 ini, alternatifnya terbatas: 2 atau 3 alternatif – dan pilihan kita terbatas pada alternatif yang sudah dimiliki.

Contoh: karena kita sudah belajar bahwa pagi hari mungkin hujan, maka kita kemudian menciptakan alternatif lain: joging di sore hari. Kita juga mungkin belajar lebih detail bagaimana melakukan joging yang tepat.

Learning Level 2 (learn how to learn)

Saat kita mulai belajar cara kita belajar, mengubah cara kita merespon, merespon lingkungan dengan memperhatikan konteksnya, kita sedang melakukan pembelajaran di level 2.

Kemampuan unik dari manusia adalah belajar dari pengalamannya. Kemampuan melakukan refleksi atas apa yang sudah dilakukan dan menyesuaikan diri atas hasil refleksinya. Kemampuan ini tidak dimiliki oleh makhluk lain. Persis seperti apa yang dikatakan oleh John Dewey: “We do not learn from experience… we learn from reflecting on experience.”

Di sini kita mulai merefleksikan proses yang kita jalani. Apakah proses tersebut mendekatkan kita pada tujuan? Jika tidak, maka kita akan mencari alternatif perilaku lainnya.

Contoh: setelah joging beberapa waktu tidak juga menurunkan berat badan, kita mulai belajar dan mencari alternatif olahraga lainnya. Mungkin kemudian kita menemukan, bahwa olahraga aerobik seperti joging perlu diimbangi dengan olahraga anarobik seperti angkat beban, push up dsb. Maka kemudian kita mulai memperkaya alternatif respon kita.

Learning level 3 (learn how to learn how to learn)

Pembelajaran di level ini terjadi ketika kita mengevaluasi tujuan dari pembelajaran di level sebelumnya. Kita melakukan refleksi atas tujuan kita. Menentang asumsi yang kita gunakan di level sebelumnya. Seperti yang dikatakan oleh Mark Twain: “Whenever you find yourself on the side of the majority, it is time to pause and reflect.”

Contoh: kita tidak hanya berolahraga secara aerobik dan anaerobik, namun kita juga mulai mengevaluasi tujuan kita untuk menurunkan berat badan. Apakah ini benar-benar tujuan yang saya ingin capai? Atau sebenarnya lebih dari itu? Sehingga mungkin di titik ini kita mengubah tujuan kita: bukan hanya turun berat badan, melainkan menjadi lebih bugar dan produktif.

Perubahan yang terjadi di level 3 ini pada akhirnya mengubah level-level di bawahnya. Perubahan identitas, konsep diri, cara kita memandang diri kita adalah perubahan di level ini.

Tujuan pembelajaran adalah menciptakan pilihan – semakin banyak pilihan yang tersedia, semakin fleksibel kita menjalani hidup kita.

Darmawan Aji Productivity Coach & NLP Enthusiast. Penulis 4 buku laris: Hypnowriting, Hypnoselling, Life by Design, Productivity Hack. Gandrung membaca, menulis dan berlatih silat tradisional. Tinggal di kaki Gunung Manglayang kota Bandung.

Arah Motivasi

Darmawan Aji
1 min read

The Theory of Constructed Emotion: Bagaimana Emosi Terbentuk

Emosi yang kita rasakan terasa begitu otomatis dan di luar kendali kita. Kita merasakannya begitu saja sebagai reaksi terhadap informasi atau memori tertentu. Bahkan,...
Darmawan Aji
1 min read

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *