4 Mitos Penetapan Tujuan

Anda tentu pernah dengar tentang istilah goal setting – penetapan tujuan. Apakah goal setting benar-benar bermanfaat di dunia nyata? Sebab saya pernah membaca sebuah jurnal dari Harvard Business School berjudul Goals Gone Wild yang membahas efek negatif dari goal setting. Jurnal yang terbit tahun 2009 itu membahas dampak negatif sistematis yang terbentuk akibat goal setting. Menarik bukan? Namun, untuk kali ini saya tidak akan bahas isi dari jurnal tersebut. Saya akan langsung jawab pertanyaan awal saya terlebih dulu.

Saya jawab: ya, bermanfaat, bila kita tahu bagaimana melakukannya secara efektif. Mengapa saya berkata seperti ini? Karena banyak proses penetapan tujuan yang dilakukan tidak secara efektif. Dalam merancang Life Plan, skill menetapkan tujuan yang efektif itu penting.

Michael Hyatt di dalam blognya, mengutip hasil riset, menuliskan:

  • 25% orang melupakan resolusi tahun barunya dalam minggu pertama.
  • 60% melupakan resolusi tahun barunya dalam 6 bulan.
  • Rata-rata orang membuat resolusi tahun baru yang sama 10 x tanpa pernah berhasil mencapainya.

Wow, bagaimana hal ini bisa terjadi? Salah satu kesimpulannya sederhana: mereka tidak menetapkan tujuan secara efektif. Mereka terjebak di berbagai mitos tentang penetapan tujuan. Lalu, bagaimana penetapan tujuan yang efektif? Saya akan membahasnya di tulisan berikutnya, insyaallah. Kali ini saya akan bahas terlebih dahulu empat mitos besar dalam penetapan tujuan. Mitos-mitos ini dianggap sebagai kebenaran oleh sebagian orang. Hingga perilaku mereka terwarnai oleh mitos yang mereka percayai ini. Wajar, jika kemudian mereka akhirnya tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya.

4-mitos-penetapan-tujuan

Mari kita bahas satu per satu:

Mitos #1: Mencampuradukkan tujuan dengan keinginan, visi, atau impian.

Keinginan bukanlah tujuan. Keinginan bisa jadi sangat abstrak, sementara tujuan harus kongkrit. Visi/Impian bukanlah tujuan. Visi adalah gambaran besar yang ingin kita capai dalam waktu yang panjang. Sementara tujuan adalah hasil akhir yang ingin kita capai dalam waktu yang lebih pendek pendek. Saat orang menuliskan resolusi tahun baru misalnya, sebagian besar menuliskan keinginan; visi; atau impian. Mereka tidak menuliskan tujuan. Dampaknya, 88% dari semua resolusi berakhir dengan kegagalan. Kenyataan pahit ini dikemukakan oleh Richard Wiseman – seorang psikolog terkenal di Inggris – mengutip hasil studi yang dilakukan pada 3000 orang oleh University of Hertfordshire di tahun 2007.

Mitos #2: Tuliskan tujuan sebanyak-banyaknya, biarkan bawah sadar Anda bekerja

Penetapan tujuan adalah tindakan sadar, bukan bawah sadar. Anda perlu merancang tujuan dengan pikiran sadar Anda. Adapun saat bertindak, boleh serahkan ke bawah sadar Anda. Maka, menuliskan 100 tujuan bukanlah proses penetapan tujuan. Kita hanya bisa menetapkan 2-3 tujuan dalam jangka waktu yang sama. Bila lebih dari itu pencapaiannya tidak akan optimal. Menurut Law of Diminishing Result, semakin banyak tujuan yang kita tetapkan, semakin sedikit tujuan yang tercapai dengan baik.

Mitos #3: Visualisasikan hasil akhirnya dalam pikiran, dan alam semesta akan mewujudkannya bagi Anda

Apa yang Anda bayangkan akan terwujud dalam pikiran Anda. Jika ini benar, mengapa tidak semua orang yang percaya hal ini punya Ferari? Karena alam semesta tidak bekerja demikian. Keith Cunningham sambil bercanda pernah berkata, ingat judul buku yang dibaca para milyuner adalah Think and Grow Rich bukan Sit in the Dark Room, Visualize, and Grow Rich! Bahkan ada sebuah riset yang menemukan bahwa memvisualisasikan hasil akhir malah seringkali kontraproduktif terhadap pencapaian tujuan (Riset Ayelet Fishbach dan Jinhee Choi 2012). Visualisasi seperti ini berorientasi pada hasil akhir, sementara penetapan tujuan berorientasi pada proses. Tindakan dan langkah awal apa yang perlu diambil untuk mewujudkan tujuan Anda. Maka, visualisasi yang bermanfaat adalah visualisasi proses, Anda membayangkan apa yang perlu dilakukan untuk mewujudkan tujuan Anda.

Mitos #4: Menetapkan tujuan tanpa rencana tindakan

Ibarat bertanding main bola, hanya punya target kemenangan, tanpa memikirkan strateginya. Hanya sekadar menuliskan tujuan. Namun tidak menuliskan tindakan apa yang perlu diambil pertama kali untuk mencapainya. Ini adalah omong kosong. Anda tidak akan dapat memenangkan pertandingan tanpa strategi, skill, eksekusi, evaluasi, dan koreksi.

Saya menyadari akan ada pro dan kontra terkait tulisan ini. Tenang saja, ini hanyalah opini saya. Opini yang saya simpulkan dari literatur dan pengalaman. Saya yakin sebagian setuju dengan opini saya ini, sebagian lagi tidak setuju. Ini adalah hal yang wajar. Dalam social sciences, tidak ada kebenaran yang mutlak. Tidak ada resep sukses yang pasti berhasil untuk semua orang. Semua resep sukses yang diajarkan buku, motivator, dan orang sukses lainnya adalah relatif. Maka, bertindaklah sebagai seorang scientist, anggap saja semua resep sukses itu sebagai hipotesis. Anda perlu mengujinya. Sampai Anda menemukan, mana yang paling berdampak positif dengan diri Anda. Setuju?

Join Newsletter

Subscription Form

Leave a Reply

Scroll to Top