Darimana kita tahu bahwa kemampuan yang kita miliki itu bakat atau bukan? Ada beberapa hal yang bisa dijadikan ciri.
Pertama, nagih. Kita terdorong untuk melakukannya lagi dan lagi.
Kedua, reaksi otomatis atau respon alami. Secara alamiah kita merespon dengan pola pikiran, perasaan atau perilaku tersebut.
Ketiga, energi. Semakin sering melakukannya, alih-alih lelah, kita justru semakin berenergi.
Bila kita melihat ciri-ciri ini, nyata terlihat bahwa bakat tidak dapat dilatih. Perilakunya mungkin saja bisa dilatih. Namun, pola alamiahnya tidak. Maksudnya bagaimana? Izinkan saya menjelaskan dengan contoh.
Ada orang yang secara alamiah kreatif – banyak akal. Ia mudah sekali menghasilkan gagasan baru. Ia bisa melihat suatu hal dengan sudut pandang yang berbeda dan mampu memikirkan berbagai kemungkinan, pilihan serta ide dengan cepat. Kemampuannya nagih, artinya ia terdorong untuk berpikir dengan cara seperti itu lagi dan lagi. Munculnya ide baru pun bersifat otomatis, tanpa dipikir terlebih dulu. Seakan-akan itu memang bagian dari dirinya. Bahkan mungkin ia berpikir, orang lain pun sama. Semakin ia diminta memikirkan gagasan baru, semakin berenergilah ia. Bila seperti ini maka kemampuannya menghasilkan ide baru adalah sebuah karunia alamiah. Sebuah bakat.
Nah, tidak semua orang seperti ini bukan? Sebagian orang sangat susah diajak berpikir kreatif dan menghasilkan gagasan baru. Kita bisa saja mengajarkan dan melatih mereka untuk berpikir kreatif. Bila metodenya tepat, mereka akan mampu berpikir kreatif. Namun, karena bukan bakatnya maka kegiatan berpikir kreatif tersebut tidak menjadi respon alami mereka saat berpikir. Kegiatan menghasilkan gagasan baru ini juga tidak bersifat nagih bagi mereka. Bahkan sebagian akan merasa lelah jika diminta berpikir kreatif terlalu sering.
Di sinilah kita bisa membedakan mana bakat mana yang bukan bakat. Situasi semacam ini berlaku pula untuk kemampuan lainnya. Berbicara di depan umum, berpikir analitis, berkenalan dengan orang baru, melayani orang lain, berkompetisi, belajar dsb.
Bagi yang berbakat, melakukan hal-hal tersebut sangatlah mudah. Tidak perlu belajar. Mereka melakukannya secara otomatis, respon alamiah mereka. Mereka mau melakukannya tanpa harus didorong-dorong atau diiming-imingi dengan imbalan. Namun, bagi yang tidak berbakat melakukannya, melakukan hal tersebut menjadi berat. Melelahkan. Kadangkala perlu didorong atau diiming-imingi dengan imbalan.
Mereka yang bakat bicara akan bicara tanpa disuruh. Semakin banyak bicara, mereka semakin berenergi. Sementara mereka yang tidak berbakat bicara, malas untuk berbicara. Kalau bisa tidak bicara, mereka akan memilih untuk tidak berbicara. Mereka yang bakat dalam berpikir analitis akan berpikir analitis secara otomatis ketika menghadapi sesuatu. Itu adalah respon alamiah mereka. Bagi yang tidak berbakat berpikir analitis, melakukannya akan melelahkan mereka. Mereka yang berbakat dalam berkenalan dengan orang baru akan berenergi ketika bertemu orang baru. Tanpa disuruh, ia akan memperkenalkan diri dan berusaha mengenal orang yang baru ditemuinya.
Bagi yang tidak berbakat, bisa saja kita melatih kemampuan berbicara. Bisa saja kita membiasakan berpikir analitis. Bisa saja kita memaksa diri kita berkenalan dengan orang baru. Namun, hasilnya akan berbeda. Kita hanya sampai bisa melakukannya di level bagus namun tidak sampai level hebat. Orang-orang yang menguasai kemampuan sampai level hebat adalah orang-orang yang memiliki passion dengan apa yang dilakukannya. Dan itu adalah salah satu ciri bahwa ia memiliki bakat di sana.
Namun jangan khawatir, kita semua berbakat untuk menjadi hebat. Hanya saja bakat kita berbeda-beda. Kenali lalu latih keterampilan yang akan menguatkan dan mengasah bakat Anda dan Anda akan menjadi hebat di sana. Jangan ajari burung berenang, jangan ajari ikan untuk terbang. Kita semua dilahirkan dengan seperangkat bakat yang unik. Inilah yang membuat kita berbeda. Inilah yang membuat kita bermakna.
Ya, bakat adalah pembawaan alamiah kita. Ini adalah karunia Tuhan yang diamanahkan kepada kita. Kenali bakat kita, dan kita kan mengenali mengapa Tuhan melahirkan kita di dunia.
Jadi, sudah tahu apa bakat Anda?
Pingback: Mengenali Bakat dari “Kekurangan” Kita – DARMAWAN AJI