Beberapa waktu lalu saya membaca buku tentang lagom. Lagom adalah istilah dalam bahasa Swedia yang artinya “pas” – tidak terlalu banyak, tidak pula terlalu sedikit. Det är precis lagom för mig – ‘Ini pas/tepat untuk saya.’ Lagom merupakan gaya hidup orang Swedia dalam menjalani hidup yang baik. Mereka memiliki pepatah: Lagom ar bast, lagom itulah yang terbaik.
Esensi dari lagom adalah hidup yang adil, sederhana dan seimbang. Artinya dalam menjalani hidup, janganlah berlebih-lebihan, namun jangan juga sampai kekurangan. Cukup dan pas. Entah dalam keuangan maupun pertemanan. Dalam berbicara maupun dalam bercanda. Bekerja maupun bersenang-senang.
Gaya hidup lagom ini diterapkan orang Swedia dalam berbagai aspek hidupnya. Bekerja tidak berlebihan, mereka menyelinginya dengan jeda dan istirahat yang teratur. Bagi orang Swedia bekerja lebih dari 60 jam per minggu artinya Anda tidak efektif. Bekerja melampaui jam kerja Anda pun artinya Anda tidak efektif. Makan pun tidak berlebihan, jika cukup hanya dengan sepertiga piring, ambillah sepertiga. Tidak berlebih. Demikian pula dalam berbicara, berpakaian dan bersosialmedia. Secukupnya.
Berikut beberapa contoh gaya hidup lagom.
Lagom dalam bekerja
Orang Swedia punya istilah fika (plesetan dari kata kaffe – kopi dalam bahasa Swedia) yang berarti coffee break – minum kopi diiringi dengan cemilan pastri atau pie sambil berbincang-bincang dengan teman. Mereka melakukan coffee break ini di pagi dan sore hari di sela-sela pekerjaan mereka. Studi dari Emily Hunter dan Cindy Wu dari Baylor University’s Hankamer School of Business menemukan bahwa jeda pagi membuat seorang pekerja lebih berenergi, mudah berkonsentrasti dan termotivasi. Juga mengurangi sakit kepala dan low back pain.
Lagom dalam berpakaian
Mereka hanya menyimpan dan menggunakan pakaian yang disukai. Membuang dan menyingkirkan pakaian yang sudah tidak dipakai atau tidak disukai. Menjaga jumlahnya seminimal mungkin dan mengutamakan pakaian yang dapat dipadupadankan. Lemari pakaiannya minimalis, mengurangi stress saat memilih pakaian. Lebih ekonomis dan membahagiakan.
Lagom dalam desain dan tata ruang
Tata ruang Swedia juga menerapkan lagom. Rumah yang tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil. Rumah yang memungkinkan kita bersosialisasi dengan tetangga namun tetap menjaga privasi penghuninya. Juga penggunaan furnitur yang tepat dan pas. Brand terkenal dari Swedia seperti H&M, Ikea, dan Electrolux pun menerapkan lagom dalam desainnya.
Lagom dalam bersosialisasi
Orang Swedia jarang menyela orang yang sedang berbicara. Mereka mendengarkan dengan baik apa yang sedang disampaikan kawan bicaranya. Prinsip mereka, berbicara hanya mengulang apa yg sudah kita tahu, mendengarkan membuat kita mendapat pengetahuan baru.
Mereka berbicara dengan ritme yang pelan dan nada yang datar. Keheningan, diam dan jeda saat mengobrol pun dianggap normal (meski terasa aneh bagi kita yang tidak terbiasa). Mereka terbiasa diam sebelum merespon kata-kata orang lain. Bagi mereka lebih baik diam daripada berbicara yang tidak baik bagi orang lain. Penerapan hal ini seringkali menimbulkan anggapan bahwa orang Swedia pelit bicara. Padahal mereka memberi kesempatan kepada setiap orang untuk berbicara. Tidak ada orang yang ingin menonjol. Mereka menghindari menyinggung orang lain dengan “menyombongkan” diri saat berbincang.
Mereka pun menghindari membicarakan hal yang sudah diketahui bersama. Saat macet misalnya, mereka tidak akan membicarakan kemacetan tersebut. Toh semua orang yang di sana tahu sedang macet. Demikian pula saat terlambat, cukup minta maaf atas keterlambatan. Tidak perlu menjelaskan mengapa Anda terlambat. Informasi yang kita berikan (alasan kita) belum tentu mereka perlukan – dan mereka belum tentu peduli dengan informasi tersebut. Berbicaralah secukupnya, jangan tergoda menambahkan informasi yang tidak diminta oleh orang lain. Itulah lagom.
Inti dari lagom adalah menjaga keberlanjutan hidup – kemampuan untuk mempertahankan kualitas hidup yang tinggi untuk semua generasi, tidak hanya beberapa tahun. Seperti kata Anna Brones dalam bukunya: “Applying a sense of lagom to our everyday lives—in what we eat, what we wear, how we live, how we work—might just be the trick for embracing a more balanced, sustainable lifestyle that welcomes the pleasures of existence rather than those of consumption.”