Di artikel kali ini, saya akan berbagi kepada teman-teman bagaimana saya mendapatkan 10.000 follower di Instagram dalam waktu kurang dari 5 bulan. Akun Instagram saya @ajipedia silakan dikunjungi dan difollow yak. 10K follower mungkin bukan hal yang istimewa bagi sebagian besar orang – toh banyak dari teman-teman saya yang followernya 10K, 20K, bahkan 100K atau 200K, namun bagi saya ini adalah bagian dari perjalanan hidup yang layak diapresiasi. Oya, disclaimer dulu yak, angka 5 bulan ini dihitung sejak memang saya memutuskan untuk mengoptimalkan Instagram yang saya punya. Jadi, bukan dari awal buat akun atau dari nol banget. Mudah-mudahan cerita perjalanan ini bermanfaat bagi teman-teman.
Saya sebenarnya punya love hate relationship dengan media sosial, kadang suka, kadang benci. Kondisi seperti ini sepertinya yang membuat saya tidak totalitas dalam mengelola sosial media yang saya punya. Diri saya sendiri tidak selaras saat menggunakan sosial media. Di satu sisi saya menganggap sosial media bermanfaat untuk membangun personal branding, di sisi lain saya menganggap sosial media itu buang-buang waktu saja, lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya. Bahkan kalau mau digunakan untuk membangun audiens, juga rasanya sudah terlambat — sosial media sudah jenuh. Itu sebabnya meskipun saya punya akun Instagram sejak 2012 saya baru terpikir mengoptimalkannya di tahun 2020.
Sebelum Optimasi
Selama 8 tahun (2012-2020) saya menggunakan Instagram, saya menggunakannya seperti orang pada umumnya, sebagai galeri foto pengalaman sehari-hari. Sesekali saya gunakan postingan Instagram untuk mempromosikan buku maupun kelas saya. Benar-benar ego-centric lah. Tidak pernah berpikir dari sudut pandang audiens, apa lagi berempati kepada mereka. Bahkan, siapa audiens saya pun tidak jelas. Wajar bila selama 8 tahun follower saya hanya 2000an. Impresi tidak lebih dari 1000, akun yang terjangkau hanya ratusan, follower yang berinteraksi dengan postingan saya pun hanya puluhan (kadang bahkan belasan). Ini semua normal, lha wong posting aja jarang-jarang, kalau nggak sebulan sekali paling banter sebulan 3-4x.
Pada September 2020, teh Riri, asisten yang membantu bisnis saya menyampaikan ide “gimana kalau Instagramnya dioptimalkan kang? sayang tuh.” Saya mengiyakan ide teh Riri ini. Tapi saya kasih catatan, jangan saya yang handle, biar tim saja yang handle, konten ambil dari blog atau buku saya saja. Maklum, di titik itu saya masih punya love/hate relationship dengan Instagram. Maka, saya cari tim yang bisa bantu membuat konten Instagram sekaligus mempostingnya. Mulai bulan akhir September 2020, “saya” pun mulai rutin posting Instagram 3x seminggu.
Selama delapan bulan saya dibantu tim untuk posting rutin di Instagram. Feed Instagram saya selama delapan bulan ini mulai kelihatan keren seperti feednya para selebgram dan influencer. Follower pun mulai bertambah, dari 2000an menjadi 3000an di bulan Mei 2021.
Di bulan Mei 2021 ini saya merasa mulai agak kongruen (selaras) terkait posting di sosial media. Sebabnya adalah mendengar kalimat mas Teddi Prasetya (saya lupa dimana dan kapan persisnya beliau menyampaikan). Mas Teddi mengatakan “kalau sosial media tidak diramaikan dengan hal-hal baik, maka dia akan dipenuhi dengan hal-hal buruk. Setidaknya saat kita posting di sosial media niatkan untuk mengurangi hal-hal buruk ini.” (kurang lebih begini yang disampaikan mas Teddi, kalau matannya berubah mohon dimaafkan atas ingatan saya yang kurang bagus, namun maknanya kurang lebih seperti ini). Nah, kalimat mas Teddi inilah yang kemudian membuat love/hate relationship saya makin berkurang. Saya lebih kongruen, lebih selaras. Niat saya lebih lurus terkait posting sosial media.
Di tahun yang sama, kebetulan saya pun mendapat kesempatan berkenalan dengan seorang selebgram, namanya teh Anisya Cahya @anisyacahya. Followernya ratusan ribu. Padahal dia “baru” mulai serius mengelola Instagramnya sejak awal pandemi. Interaksi dengan teh Cahya ini kemudian menepis belief lama saya bahwa sosial media itu sudah jenuh. Buktinya, teh Cahya saja bisa tuh naik signifikan followernya dari ribuan menjadi ratusan ribu dalam waktu setahun saja. Saya tertarik dong belajar dari teh Cahya ini. Maka pada tanggal 23 Mei, saya undang beliau via Zoom, lalu saya melakukan proses modeling untuk mengetahui apa yang perlu dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan untuk membangun audiens di Instagram.
Bulan Pertama
Setelah sesi modeling dengan teh Cahya, saya pun ambil sebuah keputusan: mulai hari ini saya akan membangun akun Instagram saya. Sebagai langkah awal, saya akan pegang akun Instagram saya sendiri untuk bereksperimen menerapkan apa yang saya pelajari dari teh Cahya.
Dari sekian banyak hasil modeling terhadap teh Cahya, apa yang saya lakukan? Saya pilih tiga hal terpenting:
- Fokus pada 1 metrik yaitu impresi.
- Posting satu feed setiap hari.
- Share feed terbaru di story untuk mendongkrak kunjungan.
Sesederhana itu. Saya lakukan kebiasaan baru ini, sambil sesekali membagikan link postingan saya ke beberapa grup WA. Oya, ada satu hal yang sejak belajar dari teh Cahya saya hentikan: berhenti melakukan promosi (jualan hard selling) di feed, bila memang mau promosi lakukan di story.
Saya menjadikan teh Cahya sebagai partner akuntabilitas. Secara teratur saya menyampaikan perkembangan akun IG saya ke dia. Kurang lebih satu minggu berjalan, impresi saya mulai naik. Tapi teh Cahya kemudian memberikan feedback: postingan IG saya bermanfaat tapi kalau dilihat membosankan (atau membingungkan — saya lupa persisnya; secara visual), nggak ada kontrasnya. Saya pun lihat feed saya dari kacamata orang yang baru klik profil: benar, membosankan — hanya hitam putih tanpa kontras yang jelas sehingga melelahkan mata. Akhirnya per 1 Juni saya memberanikan menambahkan warna pada postingan IG saya. Selang-seling antara warna pastel dengan putih polos. Saya juga menambahkan clipart di setiap postingan agar nampak lebih ringan dan ramah.
Bulan Kedua
Selama pekan terakhir Juni, saya membaca postingan @bynikojulius tentang pentingnya reels untuk meningkatkan impresi. Mulailah saya mencoba peruntungan membuat reels. Postingan saya selang-seling, hari ini reels besok carousel.
Pada 6 Juli, saya diajak oleh mbak Mirabai Bhana, founder @konselingsatir.id, untuk live bareng membahas Kitab Anti Penundaan. Ini aadalah live pertama saya seumur-umur di Instagram! Setelah merasakan bahwa ternyata live IG tidak semenegangkan yang saya bayangkan, mulailah saya membuat live IG saya sendiri. 14 Juli 2021 adalah live IG perdana saya dan mulai hari itu, setiap Rabu saya melakukan live IG Bedah Buku Rabu. Alhamdulillah hal ini berjalan sampai hari ini.
Bulan Ketiga
Bila dilihat, per bulan Juli, jadwal postingan saya kurang lebih seperti ini:
- Senin – Reels
- Selasa – Carousel
- Rabu – Live
- Kamis – Carousel
- Jum’at – Reels
- Sabtu/Minggu – Quotes
Bulan Keempat
Tiga bulan berjalan, follower saya bertambah menjadi 5300 follower dan impresi naik menjadi 20.000, walhamdulillah. Saya melakukan evaluasi terkait hal ini pada tanggal 26 Agustus 2021, saya merasa sepertinya eksperimentasi Instagram saya cukup menjanjikan. Maka, di tanggal yang sama saya memutuskan target untuk tiga bulan ke depan. Saya menargetkan 1 Desember 2021 memiliki 10.000 follower dengan impresi 50.000.
Namun, seminggu berjalan saya mulai merasa lelah. Saya mulai lelah membuat konten (terutama membuat reels), saya juga merasa jalan di tempat ya. Impresi menurun dari 20.000 menjadi 15.000. Kelelahan ini sedikit banyak ini melunturkan komitmen awal saya. Niat dan perhatian saya mulai teralihkan. Beruntungnya hal ini tidak berlangsung lama.
Pada 7 September saya menemukan sebuah postingan menarik dari Instagramnya Russell Brunson. Judulnya “Bagaimana saya menumbuhkan 1 juta follower.”
Di postingan tersebut, Russell memberikan tiga langkah:
- Dream 100 — Temukan 100 akun Instagram sukses yang memiliki target audiens yang sama dengan kita.
- Growth-hacking — Pikirkan cara agar akun Anda diposting/dimention oleh akun di atas. Jika satu akun memiliki 500k follower, maka kita akan mendapatkan impresi 50k dengan mudah. Ini adalah cara termudah menciptakan traffic/kunjungan ke akun Anda.
- Conversion — Konversikan kunjungan menjadi follower Anda. Optimasikan profil Anda sehingga orang mau memfollow Anda. Pastikan gambar profil Anda menarik, buat penasaran calon follower dengan bio Anda, posting konten yang bernilai dan menarik.
Tiga langkah yang disampaikan oleh Russell ini mencengangkan saya. Saya pernah tahu tentang teknik growth hacking semacam ini, tapi mungkin karena saat itu saya belum butuh maka saya mengabaikannya. Namun saat ini saya memutuskan untuk melakukannya.
Apa yang saya lakukan? Saya mulai berburu Dream 100 saya.
Pertama, saya mencari akun para coach dan penulis buku dari luar negeri dengan follower 100K ke atas. Tujuannya untuk memodel bio dan tipe konten mereka. Dari sini saya menemukan tiga akun yang cukup menarik:
- @marieforleo 600K follower
- @ramit 200K follower
- @brendonburchard 1M follower
Masing-masing punya bio yang powerful dan konten yang valuable. Feednya tidak selalu cantik, namun isinya bener-bener daging.
Kedua, saya minta rekomendasi dari follower dan alumni saya tentang akun IG yang mereka follow. Saya posting pertanyaan berikut di beberapa grup WA alumni: “Manteman, minta rekomendasi akun IG lokal yang bahas bisnis/pengembangan diri dengan follower 15K-100K dong.”
Dari pertanyaan ini saya mendapat rekomendasi akun-akun yang memenuhi kriteria di atas, seperti:
- @personalgrowthid 33K follower
- @indrawannugroho 15K follower
- @yodhia.antariksa 14K follower
Tujuan dari pertanyaan ini sama dengan di atas, yaitu mendapatkan rekomendasi akun yang sedang bertumbuh, supaya saya dapat memodel profil dan tipe konten mereka. Tujuan lain adalah untuk membangun partnership dengan mereka, ini lebih mudah bila followernya masih di bawah 100K. Oya, terkait partnership ini belum sempat saya lakukan. Kebetulan saya kenal baik dengan mas Indrawan dan mas Yodhia, insyaallah dalam waktu dekat saya akan ngobrol dengan mereka.
Dari sini lah saya kemudian mulai bersemangat lagi untuk membangun akun Instagram saya. Gegara postingan Russell saya pun jadi tertarik mencari aplikasi growth hacking untuk Instagram. Bermodal Google, mulai lah saya mencari. Eh, dasar rejeki, dalam proses pencarian, bertemulah saya dengan kelas Instagram Hacknya bang Ogut @mudacumasekali di Content Academy. Saya merasa ada materi di kelas ini yang saya butuhkan. Maka per 10 September saya pun memutuskan untuk join kelas Instagram Hack di Content Academy. Terkait kelas ini bisa lihat di link ini yak. Begitu join, saya langsung cari materi yang saya butuhkan. Yup, jujur saja saya tidak mengikuti semua materinya. Ada 223 konten materi yang keren-keren. Saya butuh prioritas. Maka, untuk awalan saya memilih tiga materi berikut untuk dipelajari dan dipraktikkan:
- Mindset Audience-Centric
- Merancang profile picture, color, dan font
- Merangkai bio Instagram Viral
Mengapa saya memilih materi-materi ini? Karena berdasarkan analisis saya, saya masih lemah di tiga hal ini.
Audience-centric sudah sering saya dengar. Bahkan setiap kali mengajar materi Design Thinking, ini adalah bahasan awal (empathize). Namun, apakah saya sudah menerapkannya di Instagram? Sepertinya belum.
Maka ada empat hal yang kemudian saya lakukan sebagai penerapan dari kelas ini:
- Saya mendefinisikan ulang siapa audiens ideal saya di Instagram. Berdasarkan analisis profil follower dan statistik alumni pelatihan, saya memilih untuk menyasar ibu-ibu muda (25-35 tahun) sebagai audiens utama supaya bisa menjalani kehidupan yang lebih produktif dan bermakna.
- Saya membuat semacam learning journey (kalau di NLP: present state, desired state, resources) — apa saja yang perlu mereka lakukan/pelajari dari kondisi saat ini untuk mencapai kondisi yang mereka inginkan. Terkait hal ini penjelasannya panjang. Saya diingatkan hal ini saat menyimak materi audience-centric di kelas Instagram Hack.
- Saya memperbaiki bio saya agar lebih menarik bagi audiens ideal.
- Saya mulai membuat konten dengan berempati terhadap audiens ideal. Saya mengurangi konten yang ego-centric, dan mulai lebih fokus ke audience-centric. Bila saya di posisi mereka, apa yang yang saya pikirkan? Apa yang saya perlukan? Apa yang menarik bagi saya?
Dalam tiga hari setelah melakukan hal di atas, hasilnya sangat menggembirakan. Bahkan, ada satu postingan yang viral sehingga impresinya tembus 9K.
Bulan Kelima
Saya belajar dari respon audiens dan menyesuaikan gaya postingan dengan mereka. Kualitas postingan sedikit saya tingkatkan dengan tambahan gambar tangan. Alhamdulillah, respon audiens cukup bagus. Beberapa postingan kembali viral dan impresinya tembus 10K. Puncaknya, Kamis 14 Oktober 2021, follower saya akhirnya mencapai 10K dengan impresi rata-rata 75K. Alhamdulillah ‘ala kulli hal.
Apa yang saya pelajari dari perjalanan ini?
Pertama, perlu niat dan perhatian yang selaras untuk mencapai sesuatu. Selama niat tidak bulat, tindakan kita juga maju mundur. Kadang juga terjadi niat kita sudah bulat di awal, namun di tengah jalan niat dan perhatian kita terpecah. Maka, kita perlu support system untuk mempertahankan niat dan perhatian kita.
Kedua, lakukan percepatan dengan modeling. Ada banyak orang yang sudah berhasil mencapai apa yang kita inginkan. Untuk menghemat waktu dan usaha, kita bisa memodel mereka — pelajari apa saja yang mereka lakukan sehingga sampai di sana. Temukan, apa yang mereka lakukan secara berbeda. Bisa jadi, hal yang dilakukan secara berbeda ini lah kuncinya.
Ketiga, fokus pada eksperimentasi — lakukan dulu, sempurnakan kemudian. Setelah mempelajari sesuatu, segera praktikkan. Fokus mempraktikkan 3-4 hal dulu saja. Lihat, mana yang berhasil dan mana yang tidak. Bila tidak berhasil pun sebenarnya kita sedang belajar sesuatu.
Mudah-mudahan postingan ini bermanfaat bagi teman-teman. Saya berharap dari postingan ini kita bisa sama-sama meramaikan sosial media dengan kebaikan. Oya, apa insight yang teman-teman dapatkan dari artikel ini? Tulis di kolom komentar ya.
Menambah followers
Lopyu
Jangan Lupa Follow Tolong
Instagram
Janang Lupa Follow Tolong
Instagram
Sangat detail dan bermanfaat
Terima kasih banyak sudah menulis ini. InsyaAllah sangat bermanfaat. Semoga bisa mengikuti.