Faktor mana yang lebih mempengaruhi keberhasilan seseorang: bakat atau kerja keras? Sebagian besar orang saat ditanya dengan pertanyaan ini akan menjawab: kerja keras. Namun, kenyataannya di lapangan, saat seseorang gagal melakukan sesuatu dengan baik mereka meyakini hal yang sebaliknya. Mereka akan berkata: “saya kayaknya nggak berbakat melakukan hal itu.” Lalu memutuskan untuk berhenti dan memilih melakukan hal lainnya. Menarik bukan? Jadi, secara pikiran sadar, kita meyakini bahwa kerja keras adalah faktor utama sukses. Namun pikiran bawah sadar kita meyakini bahwa bakat lebih berpengaruh dibandingkan kerja keras.
Pertanyaannya mana yang benar? Saya tidak akan berdebat mana yang benar. Jauh lebih bermanfaat bila kita bertanya: mana pola pikir yang lebih bermanfaat? Sepakat?
Dr. Angela Lee Duckworth, profesor psikologi di Universitas Pennsylvania, melakukan kajian yang cukup mendalam terkait hal ini. Kesimpulannya sangat menarik. Menurut Duckworth, kerja keras (baca: usaha; upaya; kesungguhan) berperan dua kali lebih besar dalam mencapai sukses dibandingkan dengan bakat.
Penjelasannya sebagai berikut, bakat hanyalah potensi. Sesuatu yang laten, tersembunyi, tidak akan bermanfaat sampai kita mengubahnya menjadi sebuah keahlian. Untuk mengubah bakat menjadi keahlian, kita perlu usaha dan kerja keras. Michael Jordan berlatih ribuan jam sampai ia menguasai keahlian basketnya. Lionel Messi juga berlatih ribuan jam. Demikian juga para ahli di bidang lainnya. Mereka bekerja keras untuk mengubah bakatnya menjadi keahlian dengan meluangkan waktu ribuan jam belajar dan melatihnya.
Pertanyaannya, apakah setiap orang yang punya keahlian pasti sukses? Belum tentu juga. Karena kita perlu bekerja keras menerapkan keahlian tersebut, untuk mencapai apa yang kita inginkan dalam hidup (baca: sukses). Kita mencipta karya, mengumpulkan portofolio, membangun jejaring, dan upaya-upaya lainnya sehingga akhirnya satu per satu pencapaian terlampaui.
Dari sini Anda bisa melihat rumusannya:
Bakat x Usaha = Keahlian
Keahlian x Usaha = Pencapaian
Usaha (baca: kerja keras, upaya, kesungguhan) dua kali berperan dalam mencapai sukses. Dari sinilah kemudian, Dr. Duckworth mengenalkan konsep grit. Menurut Duckworth, grit-lah kualitas pembeda antara mereka yang sukses dengan mereka yang biasa-biasa saja. Apa itu grit? Grit adalah ketekunan (perseverance) dan semangat (passion) untuk tujuan jangka panjang.
Grit: Perseverance and Passion for Long-Term Goals
Untuk mengubah bakat menjadi keahlian Anda perlu ribuan jam berlatih. Bukankah lebih mudah bertahan bila Anda melakukan apa yang Anda cintai? Sayangnya, hanya mencintai apa yang Anda lakukan tidaklah cukup. Anda perlu berkomitmen untuk tetap melakukan apa yang Anda cintai. Anda perlu grit. Demikian juga untuk mencapai pencapaian tertentu dalam hidup. Anda memerlukan grit. Grit inilah yang menghasilkan usaha, upaya, kerja keras dan kesungguhan dalam melakukan sesuatu. Grit inilah yang membuat Anda bertahan di jangka panjang. Grit inilah yang membuat Anda bangkit kesebelas kali saat Anda terjatuh sepuluh kali.
Mencintai apa yang Anda lakukan saja belum cukup, Anda perlu tekun bertahan menghadapi berbagai rintangan dalam jangka panjang untuk mewujudkan apa yang Anda inginkan dalam hidup ini.
“Grit is living life like it’s a marathon, not a sprint” – Angela Duckworth
Disclaimer: tulisan ini hanya merupakan pendapat saya. Anggap sebagai sebuah hipotesis yang perlu diuji. Jangan jadikan tulisan saya ini sebagai satu-satunya referensi. Pelajari referensi lain juga dan ambillah keputusan Anda dengan bijak.